×

L O A D I N G

2 Adik Kartini Juga Pejuang Emansipasi Perempuan

R.A. Kartini merupakan sosok yang dikenal sebagai pionir gerakan kesetaraan bagi perempuan Indonesia. Sebagai bentuk penghormatan terhadap jasanya, pemerintah menetapkan setiap tanggal 21 April sebagai peringatan hari Kartini, yang bertepatan dengan hari lahirnya. Selama ini, kita mungkin hanya mengenal sosok Kartini sebagai pahlawan dari Jepara yang memperjuangkan emansipasi perempuan Indonesia. Namun dibalik itu, Kartini juga memiliki dua orang adik yang juga turut memperjuangkan cita-citanya menaikan derajat perempuan Indonesia yaitu R.A. Kardinah dan R.A. Roekmini.

Kardinah merupakan saudara kandung Kartini yang lahir dari pernikahan Raden Mas Ario Adipati Sosroningrat dengan Mas Ajeng Ngasirah. Sementara itu, Roekmini merupakan adik tiri Kartini yang lahir dari pernikahan ayahnya dengan Raden Ayu Moerjam. Meski berbeda ibu, ketiganya memiliki hubungan yang sangat dekat sehingga mendapat julukan sebagai “Het Klaverblaad” atau Daun Semanggi dalam bahasa Indonesia. Secara filosofis, daun semanggi merupakan simbol persatuan.

Tiga bersaudara tersebut selalu kompak dalam misi mereka untuk membawa perubahan bagi masyarakat dan perempuan di sekitar mereka. Hal itu mereka lakukan agar kaum perempuan dapat memiliki kesetaraan hak dan derajat dengan laki-laki.

Dalam kisah perjuangannya, kedua adik Kartini, baik Kardinah maupun Roekmini keduanya sama-sama memiliki hobi yang akhirnya dapat membantu Kartini. Kardinah dan Roekmini memanfaatkan hobinya untuk turut membantu memperjuangkan cita-cita Kartini menyetarakan derajat perempuan Indonesia.

Simak kisah perjuangan adik Kartini, Kardinah dan Roekmini yang turut memperjuangkan emansipasi perempuan Indonesia!

R.A. Kardinah


Pejuang emansipasi perempuan juga dilakukan oleh adik Kartini yaitu Kardinah. Berbeda dengan Kartini yang berada di Jepara, Kardinah lebih memusatkan perjuangannya di kota Tegal setelah menikah dengan Bupati Tegal, Ario Reksonegoro X. Meski terpisah dengan saudaranya, Kardinah tetap melanjutkan perjuangannya.

Tepat pada ulang tahunnya yang ke-35 pada 1 Maret 1916, Kardinah mendirikan sekolah untuk masyarakat pribumi bernama Sekolah Kepandaian Putri Wisma Pranowo yang berlokasi di kota Tegal. Hal ini dilatarbelakangi oleh alasan Kardinah untuk menegakkan keadilan bagi kaum pribumi dan perempuan karena pada saat itu pemerintah Belanda membatasi pendidikan untuk pribumi dimana pendidikan diperuntukkan hanya untuk kalangan atas, terutama laki-laki.

Selain sebagai pendiri Sekolah Kepandaian Putri Wisma Pranowo, Kardinah juga berperan dalam mencari sumber dana untuk mencukupi kebutuhan biaya penyelenggaraan sekolah teersebut melalui hobinya yang menghasilkan dari menulis buku resep-resep masakan dan buku membatik. Adapun buku yang ditulis Kardinah sebanyak masing-masing 2 judul. Selain memanfaatkan hobinya, usaha lain yang dilakukan Kardinah untuk mencari sumber dana yaitu dengan mengadakan pasar malam dengan mengadakan kegiatan lomba kerajinan di Alun-alun Tegal bersama dengan suami dan beberapa orang guru.

Sekolah Kepandaian Putri Wisma Pranowo didirikan dengan metode pengajaran yang hampir serupa dengan Sekolah Kartini, yaitu sekolah keterampilan perempuan untuk menjadi istri atau ibu yang mapan. Saat pertama berdiri, Sekolah Kepandaian Putri Wisma Pranowo memiliki beberapa orang guru yang terdiri dari guru memasak, guru bantu memasak, guru pelajaran menjahit dan kerajinan tangan lainnya, serta guru pelajaran mengaji.

Selain membangun sekolah, Kardinah bersama kakak laki-lakinya, Raden Mas Panji Sosrokartono juga mendirikan sebuah perpustakaan dari dana swadaya bernama Panti Sastra. Sama seperti ketika membangun sekolah, tujuan mulia Kardinah dimaksudkan agar siapa saja dapat merasakan pendidikan, terutama bagi masyarakat kelas bawah.

Kardinah juga mendirikan sebuah rumah sakit yang dinamakan Kardinah Ziekenhuis atau Rumah Sakit Kardinah. Latar belakang pendirian rumah sakit ini dikarenakan rasa simpati kardinah pada kesehatan masyarakat miskin di Tegal pada saat itu. Sehingga, kini nama Kardinah terpampang sebagai nama RSUD di Tegal berkat peranan besarnya.

R.A. Roekmini


Cerita perjuangan Roekmini berbeda dari dua saudaranya yaitu Kartini dan Kardinah. Perempuan yang lahir pada 4 Juli 1880 ini memiliki pribadi yang lebih maskulin. Roekmini sangat gemar membuat kerajinan kayu dan melukis. Karena hobinya tersebut, akhirnya Roekmini membuka sebuah sekolah vokasional atau kejuruan.

Hal ini juga yang membuat Roekmini berbeda dari dua saudaranya, pola pengajaran Roekmini lebih bersifat praktik daripada konsep atau teori. Kalau Kardinah membangun masyarakat dengan fasilitas-fasilitas, Roekmini memilih menempuh perjalanannya melalui jalur organisasi dan komunitas yang memperjuangkan hak perempuan.

Roekmini tercatat pernah bergabung dengan organisasi pejuang hak pilih perempuan Eropa bernama Vereeniging voor Vrouwenkiesrecht (VVV). Roekmini tidak hanya bergabung sebagai anggota biasa, melainkan ia masuk sebagai badan eksekutif sejak Juli 1927 - pertengahan 1931.

Roekmini juga turut berkontribusi dalam beberapa misi, di antaranya pengajuan proposal pendirian cabang VVV di Kudus pada tahun 1928. Dengan menggunakan nama dari bahasa Jawa “Mardi Kamoeljan” untuk cabang di Kudus, Roekmini berharap perempuan lokal bisa semaju perempuan Eropa.

Kemudian Roekmini bergabung dalam Kongres Perempuan Indonesia di Yogyakarta pada bulan Desember. Dalam Kongres Perempuan Indonesia II tersebut, dirinya dipilih menjadi perwakilan Indonesia untuk Kongres Perempuan se-Asia di Lahore, Pakistan bersama Sunaryati Sukemi pada Januari tahun 1931. Roekmini menjadi salah satu delegasi perempuan Indonesia pertama di pergerakan internasional.

Itulah tadi kisah perjuangan adik Kartini, Kardinah dan Roekmini yang turut memperjuangkan emansipasi perempuan Indonesia yang tidak kalah menarik. Yuk cari tahu konten sejarah, biografi dan pengetahuan umum lainnya untuk memperluas wawasan di DensKnowledge.



Share this article

Rate this article



Rekomendasi Artikel Lainnya

Live Chat